KISAH-KISAH TELADAN IMAN YANG LUHUR:
RAJA YANG BERLARI DARI TAHTANYA
PENGANTAR
Ini adalah kisah salah seorang raja Bani Israil. Kaumnya memilihnya untuk memegang kekuasaan dan tampuk pimpinan, lalu rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk pergi dari kaumnya dengan meninggalkan kursi kekuasaan dan lebih mementingkan ibadah kepada Allah di daerah dia tidak dikenal. Dia hidup dari pekerjaan sendiri.
NASH HADIS
Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, "Bani Israil mengangkat seorang pemimpin mereka sesudah Musa. Suatu malam dia menjalankan shalat di atas Baitul Maqdis di bawah cahaya rembulan. Lalu dia mengingat perkara-perkara yang pernah dilakukannya, maka dia turun melalui tali. Esok pagi tali itu tergantung di masjid, tapi dia telah pergi.
Nabi melanjutkan, 'Dia pergi mendatangi suatu kaum di pinggir laut. Dia mendapati mereka sedang mencetak atau membuat bata. Dia bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian menerima upah dari bata ini?' Mereka memberitahunya. Dia ikut membuat bata bersama mereka. Dia makan dari usahanya sendiri. Jika tiba waktu shalat, dia menegakkan shalat. Hal itu lalu dilaporkan oleh para pekerja kepada kepala desa, bahwa di antara mereka terdapat laki-laki yang begini-begini. Maka kepala desa mengundangnya, tetapi dia menolaknya. Hal itu terulang tiga kali, kemudian kepala desa datang dengan mengendarai kendaraannya.
Ketika laki-laki itu melihatnya, dia kabur. Kepala desa itu membuntutinya, tetapi tidak berhasil menyusulnya. Maka kepala desa memanggilnya, 'Tunggu, aku ingin berbicara kepadamu.' Dia pun berhenti, sehingga keduanya bisa berbicara. Laki-laki itu menceritakan kisahnya. Ketika laki-laki itu menceritakan bahwa dia adalah seorang raja dan dia kabur karena takut kepada Tuhannya, kepala desa itu berkata, 'Aku mengikutimu.' Lalu dia mengikutinya dan keduanya beribadah kepada Allah sampai keduanya meninggal di Rumailah Mesir." Abdullah berkata, "Seandainya aku berada di sana niscaya aku tunjukkan kuburan keduanya berdasarkan tanda yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada kita."
Dalam riwayat dalam Musnad Ahmad, "Manakala seseorang laki-laki dari umat sebelum kalian memegang kerajaan, lalu dia berpikir bahwa hal itu terputus darinya dan bahwa kehidupan yang dijalaninya telah menyibukkannya dari beribadah kepada Tuhannya, maka pada suatu malam dia menyusup dan menghilang dari istananya. Dia berada di kerajaan orang lain. Dia mendatangi pantai. Di sana dia bekerja membuat bata dengan upah. Dia pun bisa makan dan bersedekah dengan sisanya. Dia tetap demikian hingga perkara ibadah dan keutamaannya didengar oleh raja mereka.
Maka raja memintanya untuk menghadap, akan tetapi dia menolak. Raja mengulang permintaan kepadanya untuk menghadap, tetapi dia selalu menolak. Dia berkata, "Aku tidak ada urusan dengannya." Lalu raja datang dengan berkendara. Manakala laki-laki itu melihatnya, dia kabur. Melihat laki-laki itu kabur, raja mengejarnya tapi gagal menyusulnya.
Lalu raja memanggil, "Wahai hamba Allah,. aku tidak akan mencelakakan dirimu." Maka laki-laki itu berhenti dan raja mendekatinya. Raja bertanya, "Siapa kamu? Semoga Allah merahmatimu." Laki-laki itu menjawab, "Aku adalah fulan bin fulan, raja negara ini dan ini. Saat aku merenungkan urusanku, aku mengetahui bahwa apa yang aku jalani terputus dan bahwa ia telah menyibukkanku dari ibadah kepada Allah. Lalu aku meninggalkannya dan datang kemari untuk beribadah kepada Tuhanku Azza wa Jalla.''
Raja berkata, "Kamu tidak lebih memerlukan apa yang kamu lakukan dari diriku." Kemudian raja turun dari kendaraannya, melepasnya, dan mengikuti laki-laki itu. Kedua orang itu lantas beribadah kepada Allah dan memohon kepada Allah agar dimatikan bersama. Lalu keduanya mati. Dia berkata, "Seandainya aku berada di Rumailah Mesir, niscaya aku tunjukkan kuburan keduanya berdasarkan ciri yang disampaikan oleh Rasulullah kepada kami."
TAKHRIJ HADIS
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata tentang takhrij hadis ini dalam Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah (6/805, no. 2833), "Diriwayatkan oleh Bazzar dalam Musnad-nya (4/267/3689) ,Ahmad (1/451), Abu Ya'la (9/261/5383)."
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (10/216/10370) dan di Ausath (2/112) (1/6743).
Haitsami dalam Majmauz Zawaid (10/219) menisbatkannya kepada Bazzar. Thabrani dalam Ausath dan Kabir. Dia berkata, "Sanadnya hasan."
Suyuthi meringkasnya dalam Jami’il Kabir (6404), maka dia hanya menisbatkannya kepada Thabrani dalam Mu’jamul Kabir.
PENJELASAN HADIS
Ini adalah kisah seorang laki-laki shalih dari kalangan Bani Israil yang dipilih oleh kaumnya sebagai raja bagi mereka. Dia takut terhadap akibat buruk kerajaan, maka dia kabur dari negerinya dan pergi ke sebuah tempat yang jauh di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Dia makan dari hasil keringat sendiri dan beribadah kepada Tuhannya.
Rasulullah menceritakan kepada kita bahwa laki-laki ini beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis. Kita tidak mengetahui mengapa ia memilih Masjidil Aqsha sebagai tempat tinggalnya. Apakah itu tempat tinggal sementara di mana dia beribadah sendiri di sebagian malamnya, atau dia meletakkan syarat atas kaumnya agar tempat tinggalnya berada di atas Baitul Maqdis. Kita tidak mengerti hakikat perkara ini, akan tetapi tinggalnya dia di atas masjid dalam keadaan shalat menunjukkan bahwa dia orang yang bertaqwa dan baik.
Rasulullah menceritakan kepada kita bahwa raja ini pada suatu hari merenungi keadaannya manakala dia sedang beribadah kepada Allah di atas Masjidil Aqsha. Pada malam itu dia shalat di malam yang tenang dan rembulan menaungi Baitul Maqdis dengan sinarnya. Lakilaki ini memikirkan dirinya dan tugas yang dipikulnya. Dia berpikir tentang tempat kembalinya manakala Tuhannya bertanya kepadanya tentang hari-hari di mana dia berkuasa, sejauh mana dia berpegang kepada syariat-Nya. Dia melihat perilakunya pada waktu memegang kekuasaan. Dia merasa jalannya kurang baik. Sepertinya laki-laki ini berada di tingkat rohani yang tinggi dengan pengaruh iman, keyakinan, serta ibadahnya di tempat yang suci di suatu malam yang tenang.
Perenungannya mendorongnya untuk berlari meninggalkan kekuasaan dan kepemimpinan. Dia pergi di bumi Allah yang luas mencari sebuah tempat di mana tidak seorang pun mengenalnya dalam rangka beribadah kepada Allah, jauh dari tanggung jawab berat yang dibebankan oleh kekuasaan di pundaknya jauh dari godaan serta fitnah kekuasaan.
Berlari seperti ini bukanlah perkara yang mudah. Duduk di kursi kekuasaan, mengendalikan rakyat dan memegang kendali segala urusan memiliki kenikmatan tersendiri dalam jiwa. Dunia tunduk kepada raja atau pemimpin. Dia mengatur urusan rakyat, kaumnya mentaatinya, bergelimang kenikmatan, dan memegang uang dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi orang seperti laki-laki ini untuk meninggalkan kursi kerajaan jika pendorong di dalam dirinya bukan sesuatu yang besar, yang mengungguli pendorong yang ada pada diri raja-raja untuk tetap memegang kekuasaan. Hati laki-laki ini penuh dengan rasa takut kepada Allah. Dia khawatir jika terus menjabat, maka amalnya akan mencelakainya dan Tuhannya murka karenanya. Maka dia dengan mudah meninggalkan kekuasaan dan berlepas diri darinya.
Dia takut jika berterus terang menyampaikan niatnya kepada kaumnya, hal itu justru membuat mereka tidak mendukungnya. Sebaliknya, mereka memaksanya melakukan apa yang tidak diinginkannya. Oleh karena itu, dia bertekad kabur pada malam itu. Sepertinya pintu-pintu masjid tertutup dan dia pun tidak bisa keluar melalui pintu. Ini hal yang biasa. Para pengawalnya tidak mungkin membiarkannya berada di tempat dengan pintu yang terbuka. Dia takut jika meminta tentaranya untuk membuka pintu, maka pengawal pribadinya pasti tidak akan membiarkannya berjalan sendiri. Sudah menjadi kebiasaan bagi para pengawal: jika raja keluar, mereka akan mengelilinginya. Mereka tidak membiarkannya karena takut terhadap keselamatannya. Terlebih jika raja pergi di kegelapan malam. Jika raja memaksa para pengawalnya untuk tidak mengikutinya, maka biasanya mereka mengikuti dari kejauhan sementara sang raja tidak merasa dan mengetahuinya.
Dia menemukan jalan yang baik untuk kabur, yaitu pergi secara diam-diam mereka tidak mengetahui kepergiannya. Sebagian riwayat hadis menyebutkan bahwa raja ini menemukan seutas tambang di tempatnya itu, dia mengikat dengan kuat dan merayap turun dengan tambang itu dari atas masjid sampai turun ke tanah. Di sanalah dia lalu mengembara di bumi Allah yang luas. Dan sampailah pengembaraannya di tepi laut.
Di sana terdapat suatu kaum yang bekerja mencetak bata. Dia bergabung dengan mereka, bekerja seperti mereka dan mendapatkan upah seperti mereka. Dia makan dari hasil keringatnya sendiri. Jika waktu shalat tiba dia meninggalkan pekerjaannya demi shalat.
Pekerja baru yang bergabung kepada para pekerja lainnya adalah contoh tersendiri. Dia bersungguhsungguh dalam bekerja, teguh beragama, dan menjaga hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. Pekerja-pekerja lain melihat keutamaannya dan akhlaknya yang mulia melalui pembawaan, ucapan, dan perbuatannya. Maka mereka menyampaikan hal itu kepada raja atau kepala desa mereka yang berdekatan dengan mereka. Dan sepertinya kepala desa ini adalah orang shalih yang mencintai orang-orang yang shalih pula. Dia ingin mengenal lakilaki yang tinggal di desanya itu maka dia meminta pembantunya untuk mengundangnya. Tetapi dia menolak untuk hadir. Justru, dia kabur dari kaumnya karena takut terhadap kerajaan dan fitnah-fitnahnya.
Undangan kepala desa kepadanya terulang, begitu pula penolakannya pun terulang. Tidak ada jalan lain bagi kepala desa itu kecuali mengambil kendaraannya dan pergi menemuinya di tempat dia bekerja. Begitu laki-laki ini melihat kepala desa mendatanginya, dia langsung berlari sekuat tenaga. Kepala desa pun mengejarnya di atas kudanya yang tegap, sementara laki-laki itu di atas kedua kakinya. Kelihatannya laki-laki ini adalah laki-laki yang kuat dan tangguh, walaupun dia seorang raja. Hal ini dia buktikan dengan turunnya dia dari tempat yang tinggi dengan hanya merambat seutas tambang. Perkara seperti ini hanya bisa dilakukan oleh laki-laki yang tangguh. Begitu pula dia bekerja membuat bata yang membuktikan kekuatan dan kekokohannya, karena pekerjaan seperti ini memerlukan kesabaran dan ketelatenan. Oleh karena itu, dia bisa mendahului kepala desa yang berkuda dan berlari darinya, dan kepala desa itu tidak mampu menyusulnya.
Di sini tidak ada cara lain bagi kepala desa yang ingin berbincang dengannya kecuali memanggilnya dan meminta kepadanya agar diberi kesempatan untuk berbicara, setelah kepala desa berjanji kepadanya untuk tidak menyakitinya. Laki-laki itu berhenti dan berbincang. Dia menjelaskan keadaannya, bahwa dia adalah seorang raja yang lari meninggalkan kaumnya. Ketakutannya kepada Allah mendorongnya untuk melepaskan tampuk kekuasaan.
Keadaan laki-laki ini ternyata sama dengan keadaan kepala desa. Sepertinya kedua orang ini satu ide. Kepala desa ini juga telah bertekad untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh laki-laki ini. Oleh karena itu, kepala desa meninggalkan posisi yang didudukinya dan bergabung dengan laki-laki tersebut. Keduanya meninggalkan desa tersebut dan berkelana berdua dengan saling menjaga persaudaraan. Berdua beribadah kepada Allah di bumi Allah yang luas. Keduanya terus menjalani itu sampai maut menjemputnya di daerah yang jauh lagi terpencil di Mesir. Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa kedua orang ini samasama berdoa kepada Allah agar dimatikan secara bersamaan, dan sepertinya hal itu dikabulkan-Nya.
Sahabat perawi hadis mengetahui tempat kubur keduanya berdasarkan ciri-ciri dan tanda-tanda yang dijelaskan oleh Rasulullah di Rumailah Mesir.
Mungkin muncul pertanyaan: ''Bukankah lebih baik bagi kedua laki-laki ini jika keduanya tetap memegang kedudukan mereka lalu menggunakan kekuasaan itu untuk memperbaiki rakyat, memerangi kemunkaran, menegakkan kebaikan, dan menerapkan syariat Allah? ''
Jawabannya, bahwa hal ini berbeda, sesuai dengan kondisinya. Sebagian orang lemah dalam urusan kepemimpinan. Dia mendapati dirinya tidak kuasa untuk berjalan di atas jalan yang lurus jika dia sebagai penguasa. Kekuasaan bisa menyeretnya kepada kerusakan. Dan bisa jadi dia mampu mengatur urusanurusan rakyat, akan tetapi terdapat penghalangpenghalang di mana dia tidak bisa mengikisnya. Misalnya, keburukan dan kerusakan telah mengakar di daerah yang dikuasainya, dan jika dia membawa mereka kepada jalan yang benar bisa jadi mereka akan melawan dan mengambil kekuasaan dengan cara-cara dosa.
Adapun jika penguasa mampu mengarahkan kekuasaannya, memerangi kejahatan, dan menegakkan kebaikan, maka ketetapannya untuk terus memegang kendali kekuasaan akan lebih baik dan lebih besar pahalanya daripada berkonsentrasi kepada ibadah. Dan sepertinya kedua laki-laki ini termasuk dalam golongan yang pertama.
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
- Di antara hamba-hamba Allah terdapat golongan hamba yang mementingkan beribadah kepada Allah di atas kekuasaan dan jabatan. Mereka itu adalah contoh manusia yang tidak umum. Semua orang pasti merasa heran terhadap mereka di setiap waktu dan tempat.
- Adanya keteladanan yang tinggi di kalangan Bani Israil pada masa dahulu di kalangan mereka, bahwa terdapat orang-orang shalih yang terpilih.
- Anjuran shalat malam dalam syariat Bani Israil.
- Bani Israil memiliki para khalifah pemimpin yang bukan Nabi.
- Mengenal bidang profesi yang ada pada masa itu, seperti adanya pembuatan tambang dan bata pada masa itu.
- Sewa menyewa. Para pekerja yang membuat bata,bekerja dengan upah. Dan laki-laki yang kabur meninggalkan kerajaannya juga bekerja dengan upah.
Sumber: Kisah-Kisah Shahih dalam Al-Qur'an dan Sunnah,
Bahagian Ke-4: Kisah-Kisah Teladan Iman yang Luhur,
Kisah ke-43
0 comments:
Post a Comment