KISAH-KISAH YANG MENUNJUKKAN KEUTAMAAN AMAL:
TIGA ORANG YANG TERJEBAK DI DALAM GUA
PENGANTAR
Kisah ini membimbing kita kepada jalan keluar jika kita diliputi oleh kesulitan-kesulitan dan tali asa dari para hamba telah terputus. Dalam kondisi ini terdapat pintu di mana tidak ada harapan yang putus darinya. Dia selalu hadir. Dia berkuasa selama-lamanya, menjawab orang yang dalam kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya, dan menghilangkan kesengsaraan. Dalam hadis ini Rasulullah menyampaikan kisah tiga orang yang masuk ke dalam gua, lalu sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu gua. Maka masing-masing ber-tawassul kepada Allah dengan amalan paling mulia yang dilakukannya dan berdoa kepada Allah dengan amalan tersebut. Allah mengabulkan doa mereka. Dia mengangkat musibah dan menghapus kesulitan mereka.
NASH HADIS
Bukhari Muslim meriwayatkan dalam Shahih masingmasing dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah bersabda, "Ketika tiga orang sedang berjalan-jalan, tiba-tiba hujan turun. Maka mereka berteduh di sebuah gua di gunung. Sebuah batu besar tiba-tiba menggelinding dari gunung menuju pintu gua dan menutupnya.
Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Lihatlah amal shalih yang telah kamu kerjakan karena Allah, lalu berdoalah kepada Allah dengannya. Semoga Allah memberi kemudahan bagi kalian."
Salah seorang dari mereka berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang tua yang telah berusia lanjut, istri dan beberapa anak yang masih kecil. Aku yang menggembala untuk mereka. Jika aku pulang di sore hari, aku memerah susu, lalu memberi minum kedua orang tuaku terlebih dahulu sebelum anakanakku. Suatu hari aku menggembala cukup jauh dari desa. Aku tidak pulang kecuali hari telah sore, dan aku mendapati mereka berdua telah tidur. Aku memerah susu seperti biasa. Aku membawa bejana susu kepada keduanya dan berdiri menunggu di atas kepala mereka berdua. Aku tidak ingin membangunkan keduanya dari tidur dan aku tidak ingin memberi minum anak-anakku sebelum keduanya minum. Sementara anak-anak menangis kelaparan di bawah kakiku. Aku tetap melakukan apa yang aku lakukan dan anak-anak juga demikian sampai terbit fajar. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu hanya demi mencari wajah- Mu, maka bukalah pintu gua ini sedikit sehingga kami bisa melihat langit." Lalu Allah membuka pintu gua sedikit dan mereka melihat langit.
Yang lain berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai sepupu perempuan, dan aku sangat mencintainya seperti laki-laki mencintai perempuan. Aku meminta dirinya, tetapi dia menolak sampai aku bisa memberinya seratus dinar. Aku bekerja keras hingga aku berhasil mengumpulkan seratus dinar. Aku menyerahkan kepadanya. Manakala aku telah duduk di antara kedua kakinya, dia berkata, 'Wahai hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah, jangan membuka cincin kecuali dengan haknya.' Maka aku meninggalkannya. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu karena mencari wajah-Mu, maka bukalah pintu gua sedikit." Maka pintu gua terbuka agak lebar.
Yang ketiga berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku menyewa seorang pekerja dengan imbalan satu faraq besar. Selesai menunaikan pekerjaannya, dia berkata, 'Berikan hakku.' Lalu aku menyodorkan faraq-nya, tetapi dia menolaknya. Seterusnya aku menanamnya sampai aku mengumpulkan beberapa sapi sekaligus penggembalanya darinya. Dia datang lagi dan berkata, 'Bertaqwalah kepada Allah, jangan mendzalimi hakku.' Aku berkata, 'Pergilah kepada sapi-sapi itu berikut penggembalanya. Ambillah.' Dia menjawab, 'Jangan mengolok-olokku, bertaqwalah kepada Allah'. Aku berkata, 'Aku tidak mengolok-olok dirimu. Ambillah sapisapi itu dan penggembalanya.' Lalu dia mengambilnya dan pergi. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu demi mendapatkan wajah-Mu, maka bukakanlah sisanya." Maka Allah membuka apa yang tersisa.
TAKHRIJ HADIS
Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih-nya dalam Kitabul Buyu’, bab jika membeli sesuatu untuk orang lain tanpa izinnya lalu dia rela, 4/408, no. 2215.
Kitabul Hartsi wal Muzaroah, bab jika menanam dengan harta suatu kaum tanpa izin mereka dan hal itu mengandung kebaikan bagi mereka, 5/16, no. 2333.
Dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab hadis gua, 6/505, no. 3465. Dalam Kitabul Adab, bab dijawabnya doa karena Birrul Walidain, 10/404, no. 5974.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Dzikri wad Dua’, bab kisah tiga orang penghuni gua, 4/2099, no. 2743.
TEMPAT DAN ZAMAN KISAH INI
Allamah Ibnu Hajar Al-Asqolani meneliti lafazh-lafazh kisah ini dan riwayat-riwayatnya di buku-buku sunnah. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa tidak terdapat hadis shahih yang menjelaskan tempat dan zaman kisah ini. Hanya saja, terdapat hadis dhaif yang diriwayatkan oleh Thabrani dari hadis Uqbah bin Amir dalam doa, bahwa tiga orang yang disebutkan dalam kisah ini adalah dari Bani Israil.38
38 Fathul Bari, 6/506-510.
Dan apa yang ditunjukkan oleh hadis itulah yang kuat, menurutku. Bukan berpijak kepada hadis dhaif, akan tetapi menarik kesimpulan dari riwayat hadis shahih. Tiga orang yang disebutkan dalam hadis adalah orangorang muslim yang bertauhid, kaum mereka juga demikian. Hal ini ditunjukkan oleh sepupu wanita salah seorang dari ketiganya yang takut kepada Allah lalu menolak berbuat zina. Lalu pekerja yang berbicara kepada pemilik harta majikannya, 'Ya Abdullah (wahai hamba Allah)'. Ketiganya memiliki akhlak-akhlak luhur yang mengisyaratkan adanya istiqomah, ketaqwaan, dan keshalihan. Dan masing-masing secara nyata menyatakan bahwa melakukan semuanya karena Allah, dan tidak ada sebuah umat yang berciri kebaikan dan kemuliaan sebelum umat ini seperti Bani Israil.
Yang rajih bagiku, bahwa bumi terjadinya kisah ini adalah bumi Palestina. Hal ini karena buminya memiliki gunung, lembah, dan gua. Tiga orang ini berlindung di dalam gua yang berada di sebuah gunung dan batu yang menutup gua itu longsor dari gunung.
Apa pun, apakah ketiga orang ini dari Bani Israil atau bukan, apakah kisah ini terjadi di Palestina atau bukan, apakah kita mengetahui nama ketiga orang dalam kisah ini atau tidak, itu sama sekali tidak mengurangi bobot kisah ini lantaran pelajaran terbesar dari kisah ini adalah penyelamatan Allah kepada orang yang ber-tawassul kepadanya dengan amal shalih dan bahwa Dia tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan. Ini sangatlah jelas dari kisah di atas tanpa memandang tempat dan waktu terjadinya. Wallahul musta'an.
Sebagian ahli ilmu menyatakan bahwa gua tempat berlindung ketiga orang ini adalah gua tempat berlindung Ashabul Kahfi yang diceritakan di dalam Al- Qur'an. Pendapat ini tidak diterima. Dalil mereka adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bazzar dan Thabrani dengan sanad hasan dari Nu'man bin Basyir, bahwa dia mendengar Rasulullah menyebut Ar-Raqim. Beliau bersabda, "Ada tiga orang pergi, maka mereka masuk ke dalam gua. Sebuah batu besar jatuh di mulut gua dan menutup jalan mereka…'' (hadis)39
39 Fathul Bari, 6/506.
Gua ini bukanlah gua itu. Hadis di atas tidak menunjukkan bahwa gua mereka adalah gua Ashabul Kahfi. Hal ini diperkuat oleh perbedaan kisah dan peristiwa.
PENJELASAN HADIS
Kisah ini bercerita tentang tiga orang yang pergi meninggalkan rumah mereka untuk berjalan-jalan atau mencari kebutuhan pokok untuk keluarga mereka. Di tengah perjalanan langit berbalut mendung, hujan deras pun mengguyur hingga membuat mereka mencari tempat berlindung dari hujan. Mereka menemukan tempat berlindung di dekat mereka. Sebuah gua tempat berlindung mereka dari hujan menjadi seperti kuburan bagi mereka. Banjir akibat hujan deras yang menjadi membawa batu-batu besar dari atas gunung. Sebuah batu besar jatuh dari gunung dan terus menggelinding hingga berhenti di pintu gua. Akibatnya, pintu gua tertutup olehnya. Batu ini begitu besar. Saking besarnya, kekuatan mereka bertiga tidak mampu untuk menggeser dan menggerakkannya.
Setelah pintu gua tersumbat oleh batu besar, keadaan mereka lebih sulit dibandingkan dengan keadaan mereka semula. Hujan yang turun, mereka bisa menghadapinya dengan sabar. Adapun tersumbatnya pintu gua, itu berarti kematian telah nyata di depan mata.
Mereka terpenjara di dalam gua ini. Mereka tidak mungkin bisa menembusnya dengan kekuatan mereka sendiri. Tidak ada cara untuk meminta pertolongan kaum mereka. Seandainya kaum mereka hendak mencari mereka karena mereka telah pergi lama, maka mereka tidak akan menemukan gua itu. Jejak kaki yang ditinggalkan oleh orang-orang yang hilangtelah dihapus oleh hujan yang deras dan banjir, sebagaimana angin menghapus jejak kaki di pasir. Bahkan seandainya ada orang yang lewat di dekat mereka, mereka mungkin juga tidak mengerti apa-apa dan tidak mengetahui tempat mereka. Gema teriakan mereka pun tidak akan melebihi dinding-dinding gua yang mengurung mereka.
Dalam kondisi seperti ini, hamba-hamba menyadari bahwa keselamatan mereka hanyalah kepada Allah. Dan bahwa hanya Allah yang mengetahui tempat keberadaan mereka. Dia melihat dan mendengar mereka. Tidak ada sesuatu pun yang samar bagi Allah di langit dan di bumi.
Sama dengan mereka, orang-orang di atas perahu yang dikurung oleh ombak dengan angin yang berhembus sangat kencang. Ombak membuat perahu naik turun, bergoyang miring dan berguncang, sementara mereka tidak bisa berbuat apa pun.
Sama dengan mereka, orang-orang di pesawat dengan mesin yang rusak dan mulai limbung di udara kadangkadang lurus, kadang-kadang miring dan bergetar di sana-sini.
Sama dengan mereka, orang-orang yang terbenam oleh bumi atau dilanda gempa hingga rumah mereka roboh dan mereka terkurung di tempat yang sempit di puingpuing reruntuhan. Para manusia dalam keadaan seperti ini, walaupun mereka adalah orang-orang yang gemar berbuat dosa, mereka akan tetap memanggil Tuhan mereka untuk memohon perlindungan dan pertolongan- Nya. Dia Maha Berkuasa ketika kemampuan manusia telah tumpul. Dia adalah Pelindung ketika segala sarana yang dengannya manusia menjaga manusia tidak mungkin digunakan. "Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya." (QS. Luqman: 32). "Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya sematamata." (QS. Yunus: 22)
Dalam kondisi seperti ini sebagian orang merasa cukup hanya dengan berdoa. Sebagian lagi berusaha bertawassul kepada Allah dengan nama, sifat dan perbuatan-Nya. Dan sebagian yang lain ber-tawassul kepada-Nya dengan amal-amal shalih. Yang terakhir inilah yang diusulkan oleh salah seorang dari mereka. Dia meminta kedua orang temannya agar masing-masing bertawassul dengan amalnya yang paling mujarab yang dia lakukan karena Allah.
Masing-masing telah menyebutkan amal shalih yang dilakukannya karena Allah, dan didukung dengan doa kepada Allah agar memberi kemudahan dalam kesulitan yang mereka alami jika dia memang benar dalam perkataannya. Setiap kali salah seorang menyebutkan amalnya dan memohon kemudahan, batu besar itu bergeser sedikit. Sehingga ketika orang ketiga menyebutkan amalnya dan permintaannya, maka batu itu bergeser sepenuhnya dan mereka bisa keluar dengan selamat.
Hal ini mengandung petunjuk yang besar, bahwa Allah mendengar pengaduan mereka. Dia mengetahui keadaan mereka dan kejujuran ucapan mereka. Maka Dia mengangkat kesulitan mereka dan memudahkan persoalan mereka. Kisah mereka menjadi pelajaran bagi orang lain yang tertimpa kesulitan seperti mereka.
Amal-amal shalih mereka, yang dengannya Allah menyelamatkan mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik dan bertaqwa. Ini dari satu sisi. Di sisi lain, ini menunjukkan bahwa amal tersebut dicintai oleh Allah.
Orang pertama ber-tawassul dengan Birrul Walidain. Orang ini adalah salah seorang penggembala. Dan para penggembala bergantung kepada susu domba, sapi dan unta mereka. Orang ini selalu memerah susu setiap kali pulang dari penggembalaan, lalu memberi minum kedua orang tuanya sebelum anak-anak dan istrinya.
Suatu hari dia membawa ternaknya ke daerah rumput yang cukup jauh. Dia baru pulang setelah malam tiba. Lalu sebagaimana biasa, dia pun memerah susu dan membawa bejana susu kepada kedua orang tuanya, tetapi kedua orang tuanya telah tidur. Dia tidak ingin membangunkan mereka berdua. Dia juga tidak ingin memberi minum anak-anaknya sebelum keduanya. Malam itu dia tidak tidur, dengan bejana susu yang masih ada di tangannya. Anak-anaknya menangis di kakinya karena lapar, sementara dia tidak ingin membangunkan kedua orang tuanya sampai terbit fajar. Maka dia memberi minum keduanya, setelah itu anakanak dan istrinya.
Tak seorang pun selain Allah yang mengetahui sejauh mana kesengsaraan yang dipikul oleh laki-laki ini di malam itu. Perkaranya tidaklah mudah baginya. Dia seorang penggembala dan telah berjalan jauh dari desanya, maka hal itu tentu melelahkan dan merepotkannya, ditambah dia belum makan malam dan anak-anaknya yang merengek di bawah kakinya. Betapa pedihnya seorang bapak jika melihat anak-anaknya menangis kelaparan.
Potret mengagumkan hasil cetakan iman. Undangundang bumi dan aturan-aturan manusia tidak mungkin bisa mengkatrol seseorang untuk mencapai derajat ini. Tangguh memikul beban berat, berperasaan mulia, menghormati dan menghargai orang tua.
Orang kedua ber-tawassul kepada Tuhannya dengan rasa takutnya kepada-Nya. Rasa takut inilah yang membuatnya meninggalkan zina dan menahan nafsu. Urusan orang ini adalah bahwa dia menginginkan sepupunya yang sangat dicintainya. Iman sepupu ini menjaganya dari keinginan laki-laki tersebut. Wanita itu menolak sampai dia tertimpa kesulitan dan kemiskinan yang memaksanya untuk menyetujui kemauan dan mentaati keinginannya setelah sepupu laki-laki membayarkan harta yang besar seperti yang disyaratkan sebelum dia menyerahkan diri kepadanya. Akan tetapi, ketika sepupu laki-laki ini telah menguasainya dan telah duduk seperti suami yang duduk di atas istrinya. Tibatiba wanita itu bergetar dan gemetar. Ketika laki-laki itu bertanya kepadanya tentang sebab dia gemetar dan bergetar dia menjawab bahwa hal itu karena ia takut kepada Allah, karena sebelumnya dia tidak pernah melakukan zina. Laki-laki itu berdiri meninggalkannya dan mengikhlaskan wang yang telah diberikan kepadanya.
Kejadian seperti ini juga terjadi pada seorang laki-laki dari Bani Israil. Dia adalah laki-laki fasik yang terjerumus ke dalam kemaksiatan. Dia selalu berbuat mesum dengan wanita mana pun yang ia mau. Suatu kali dia mendapatkan seorang wanita. Wanita ini gemetar penuh ketakutan. Manakala dia menanyakan penyebabnya, maka dia mendapatkan rasa takutnya kepada Allah. Lakilaki ini pun bertaubat dan kembali kepada Allah. Dia berjanji kepada Tuhannya untuk meninggalkan kemaksiatan. Dia mati pada malam itu, maka Allah mengampuni dan memasukkannya ke dalam rahmat dan Surga-Nya.
Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Ibnu Umar berkata, 'Aku telah mendengar Nabi menyampaikan satu hadis. Seandainya aku tidak mendengarnya kecuali satu atau dua kali (sampai Ibnu Umar menghitung tujuh kali), akan tetapi aku mendengarnya lebih banyak dari itu. Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, 'Adalah Kifli dari Bani Israil. Dia tidak pernah takut mengerjakan dosa. Suatu kali seorang wanita mendatanginya. Kifli membayarnya enam puluh dinar untuk bisa berbuat mesum dengannya. Ketika Kifli telah duduk seperti suami yang duduk pada istrinya, wanita itu menangis dan gemetar.
Kifli bertanya, 'Apa yang membuatmu menangis? Apakah aku memaksamu?' Wanita itu menjawab, 'Tidak, akan tetapi ini adalah perbuatan yang tidak pernah aku lakukan. Aku terpaksa melakukannya saat ini, tidak lain kecuali karena terpaksa." Kifli berkata, 'Kamu melakukan ini padahal kamu tidak pernah melakukannya. Pergilah, ambil wang itu untukmu.' Kifli berkata, 'Tidak, demi Allah, setelah ini aku tidak akan bermaksiat selama-lamanya." Maka Kifli mati di malam itu. Di pagi hari tertulis di pintu rumahnya, ''Sesungguhnya Allah telah mengampuni Kifli.''
Tirmidzi berkata, "Ini adalah hadis hasan. Diriwayatkan oleh Syaiban dan beberapa orang dari Al-A'masy yang senada dengan ini. Mereka menyatakannya marfu’. Sebagian dari mereka meriwayatkannya dari Al-A'masy dan tidak menyatakannya marfu’."
Abu Bakar bin Ayyasy meriwayatkan hadis ini dari Al- A'masy dan dia melakukan kesalahan di dalamnya. Dia berkata, "Dari Abdullah bin Abdullah dari Said bin Jubair dari Ibnu Umar dan ini tidak mahfuzh (tidak terjaga). Abdullah bin Abdullah Ar-Razi adalah Kufi (orang Kufah), neneknya adalah hamba sahaya Ali bin Abu Thalib, dan yang meriwayatkan dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi adalah Ubaidah Adh-Dhabyi, Al-Hajjaj bin Artho'ah dan ulama-ulama besar lainnya."40
40 Sunan Tirmidzi, 4/658, no. 2496.
Orang ketiga ber-tawassul dengan penjagaannya terhadap harta pegawai yang pergi meninggalkan hartanya. Dia mengembangkan harta itu hingga melimpah. Setelah kepergian yang cukup lama, pegawai itu datang meminta haknya yang tidak seberapa. Orang ketiga ini memberikan seluruh harta hasil dari pengembangan hartanya yang sedikit. Dia menerimanya dan tidak meninggalkan sedikit pun.
Apa yang dilakukan oleh tiga orang tersebut adalah teladan luhur yang tidak dikenal oleh dunia saat ini, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah. Allah telah memudahkan kesulitan orang-orang baik ini dan menghilangkan problem mereka.
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADIS
- Disyariatkannya ber-tawassul kepada Allah dengan amal shalih, sebagaimana tiga orang ini melakukan hal itu dan Allah menyelamatkan mereka.
- Pengaruh taqwa dalam meloloskan seorang hamba dari musibah dan kesulitan. "Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia meletakkan untuknya jalan keluar dari segala kesulitan." (QS. At-Thalak: 2)
- Disyariatkannya doa pada waktu terjadinya musibah dan kesulitan. Allah telah memerintahkan agar berdoa kepadanya. Barangsiapa tidak berdoa kepada- Nya, Dia memurkainya. "Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan perkenankan bagimu." (QS. Ghafir: 60)
- Birrul Walidain termasuk amal shalih yang dicintai oleh Allah, mendekatkan kepada-Nya, serta membebaskan seorang hamba dari kesulitankesulitan dunia dan hari Kiamat.
- Rasa takut kepada Allah termasuk ibadah besar yang menolak adzab, melindungi dari perbuatan buruk, dan mendekatkan kepada Allah. Rasa takut inilah yang menjadi sebab seseorang meninggalkan perbuatan tercela, dan itu adalah salah satu sebab terselamatkannya dia dari dalam gua.
- Tidak semua pelaku dosa telah menyimpang dan berhak memperoleh murka Allah. Seseorang mungkin berusaha melakukan dosa seperti orang kedua yang hendak melakukan zina terhadap sepupunya, akan tetapi dia bertaubat dan meninggalkannya sebelum hal itu terjadi karena takut kepada Allah. Orang ini diberi pahala lantaran mampu menahan diri dari hawa nafsu. Dan mungkin saja seorang melakukan dosa, lalu dia bertaubat dan kembali kepada Allah dan Allah menerima taubatnya, maka keadaannya setelah taubat lebih baik daripada sebelum taubat, seperti yang terjadi pada Kifli.
- Kesulitan dan kemiskinan kadangkala memaksa seorang yang shalih untuk melakukan perbuatan buruk, sebagaimana kesulitan telah memaksa wanita itu untuk menerima perbuatan buruk. Yang menunjukkan bahwa dia adalah wanita baik-baik adalah bahwa dia gemetar manakala laki-laki ini ingin melakukannya. Maka Allah memunculkan taubat dalam hatinya hingga membuat keduanya selamat.
- Keutamaan menjaga hak dan harta orang lain. Pemilik harta telah menjaga bayaran pegawai tersebut dan mengembangkannya. Dan dia memberikan seluruh hasilnya manakala pegawai itu memintanya.
- Anjuran seseorang melakukan tindakan terhadap harta orang lain yang ada di tangannya jika tindakan itu mengandung kebaikan padanya. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada dua kubu, yang membolehkan dan yang melarang.41
41 Lihar Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 16/217. Fathul Bari, 4/209, 5/16. - Pada waktu terjadinya kisah ini manusia telah mengenal perdagangan, pertanian, kerajinan dan peternakan. Ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa tiga orang dalam kisah ini pergi untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Salah seorang dari mereka menyewa pekerja-pekerja untuk mengolah tanahnya dan dia menanam bayaran pekerja itu, yang berupa beras, lalu dia menjual hasilnya dan dibelikan sapi dan kambing. Dan orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya itu memiliki kambingkambing yang dia gembalakan dan dia perah susunya. Pemilik tanah memberi bayaran pekerja sebesar satu faraq beras, dan faraq adalah takaran untuk menakar. Nampan dan faraq pasti ada yang membuatnya. Dan orang kedua memberi sepupunya seratus dinar. Dinar memerlukan pengrajin dan pembuatnya. Hadis ini juga menunjukkan bahwa beras telah dikenal pada masa ketika kisah ini terjadi.
- Berkah pekerjaan di bidang pertanian dan peternakan. Pemilik tanah mengembangkan upah pekerjaannya. Harta yang sedikit menjadi banyak dan Allah memberkahinya, hingga menjadi berlipat ganda.
- Orang ketiga telah berbuat baik kepada pekerjaannya dengan mengembangkan harta tersebut. Sebaliknya, pekerja itu tidak berbuat baik kepada majikannya. Semestinya dia tidak membawa seluruh hartanya, akan tetapi menyisakan sebagian sesuai dengan usaha majikan dalam mengembangkannya.
- Anggapan sebagian ulama bahwa Kifli yang disebutkan di dalam hadis Tirmidzi sama dengan Dzul Kifli yang disebutkan di dalam Al-Qur'an adalah tidak benar. Nama yang kedua adalah seorang Nabi yang ma’shum, yang tidak mungkin melakukan perbuatan keji. Sementara nama yang pertama adalah seorang laki-laki yang gemar berbuat dosa sebelum bertaubat. Yang pertama Kifli, yang kedua Dzul Kifli.
- Sejauh mana pengaruh kemiskinan dalam menyuburkan perbuatan mesum. Dua orang wanita di dalam hadis tersebut bersedia berbuat mesum karena kemiskinan dan himpitan hidup. Oleh karena itu, orang-orang yang menginfakkan harta mereka, orang-orang yang membantu fakir miskin, janda dan anak yatim, mereka telah berusaha mencegah orangorang seperti kedua wanita itu agar tidak terjerumus ke dalam dosa ini dengan alasan himpitan hidup dan kemiskinan.
Sumber: Kisah-Kisah Shahih dalam Al-Qur'an dan Sunnah,
Bahagian Ke-3: Kisah-Kisah yang Menunjukkan Keutamaan Amal,
Kisah ke-27
1 comments:
kurang lengkap ceritanya seharusnya lebih lengkap karena mengandung kemaslahatan.,tidak bisa diqiyaskan ataupun diistilahkan kitab Fathul bahri 38 jilid
Post a Comment